BAB XI
HASIL MENGIKUTI ROSUL
Pada
pembahasan-pembahasan sebelumnya telah ditegaskan bahwa beriman kepada para
rasul – alihimus salam – adalah salah satu rukun iman dari rangkaian kesatuan 6
rukun iman. Mengingkari salah satu rukun iman berarti mengingkari semuanya,
begitu pula dengan iman kepada rasul.
Ittiba’ adalah
bukti keimanan
Bukti keimanan
kepada Rasulullah saw. yang paling utama adalah mengikuti beliau dalam segala
sisi kehidupannya, selalu mentaati beliau dalam setiap perintah dan larangan
yang beliau sampaikan. Sebab, mengikuti dan mentaati Rasulullah saw. adalah
bukti ketaatan kita kepada Allah swt., dan mengikuti sunnah Rasulullah saw.
adalah bukti kongkret mengikuti Al-Qur’an.
“Barangsiapa yang
mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang
berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.” (An-Nisa: 80)
Barangsiapa
mengaku mentaati Allah swt. namun tidak mau ittiba’ Rasulullah saw., maka
ketaatannya itu tidak sah menurut Al-Qur’an; dan Rasulullah saw. berlepas diri
dari orang tersebut. Dan siapapun yang mengaku melaksanakan Al-Qur’an namun
tidak ittiba’ dengan sunnah Rasulullah saw., maka pengakuannya hanyalah
pengakuan palsu belaka.
Sebagai contoh,
untuk dapat melaksanakan shalat dengan sempurna kita memerlukan hadits
Rasulullah saw. karena Al-Qur’an hanya memerintahkan kita mendirikan shalat
tanpa menjelaskan rincian tata cara shalat. Bahwa shalat diawali dengan
takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam merupakan penjelasan yang kita
temukan dalam hadits Rasulullah saw., tidak dalam Al-Qur’an. Begitu pula dengan
rincian pelaksanaan zakat, shaum (puasa), haji, dan ibadah-ibadah lain. Intinya, fungsi hadits
Rasulullah saw. adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an atau dengan bahasa lain
kita tidak akan bisa mengamalkan Al-Qur’an tanpa mengikuti sunnah Rasulullah
saw.
“Dan Kami
turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44)
Salah seorang
ulama besar, Fudhail bin ‘Iyadh, ketika menjelaskan makna “Ahsanu ‘amala” dalam
surat Al-Mulk ayat 2 berkata,
أَحْسَنُ عَمَلاً
: أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ. قَالَ: فَإِنَّ العَمَلَ إِذَا كَانَ خَالِصاً وَلَمْ
يَكُنْ صَوَاباً لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ صَوَاباً وَلَمْ يَكُنْ خَالِصاً
لَمْ يُقْبَلْ، حَتَّى يَكُوْنَ خَالِصاً صَوَاباً، وَالْخَالِصُ أَنْ يَكُوْنَ لِلهِ،
وَالصَّوَابُ أَنْ يَكُوْنَ عَلَى السُّنَّةِ.
“Yang dimaksud
dengan ahsanu’ amala (amal yang terbaik) adalah yang paling ikhlas dan paling
benar. Karena sebuah amal jika dilakukan dengan ikhlas tapi tidak benar, maka
amal itu tidak diterima oleh Allah. Begitu pula sebaliknya, jika amal itu benar
tapi tidak ikhlas, juga ditolak oleh Allah swt. Baru diterima jika memenuhi
kedua syarat tersebut (ikhlas dan benar). Yang dimaksud dengan ikhlas adalah
semata karena Allah, sedangkan yang dimaksud dengan benar adalah mengikuti
sunnah Rasulullah.” (Dikutip oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa vol 18/hlm
250).
عَنْ أَبِي مُوسَى
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((مَثَلِي
وَمَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْمًا فَقَالَ رَأَيْتُ
الْجَيْشَ بِعَيْنَيَّ وَإِنِّي أَنَا النَّذِيرُ الْعُرْيَانُ فَالنَّجَا
النَّجَاءَ فَأَطَاعَتْهُ طَائِفَةٌ فَأَدْلَجُوا عَلَى مَهَلِهِمْ فَنَجَوْا
وَكَذَّبَتْهُ طَائِفَةٌ فَصَبَّحَهُمْ الْجَيْشُ فَاجْتَاحَهُمْ)). (رواه
البخاري).
Dari Abu Musa
r.a. berkata, Rasulullah saw telah bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan
risalah yang diberikan Allah kepadaku seperti seorang laki-laki yang mendatangi
suatu kaum lalu ia berkata, ‘Aku telah melihat pasukan tentara dengan kedua
mataku, kuperingatkan kalian dengan sungguh-sungguh! Segeralah cari selamat
(dari keganasan mereka)!’ Lalu sebagian mereka mentaatinya sehingga mereka
segera menghindar dari pasukan kejam itu hingga selamat, sedangkan yang lain
mendustakannya hingga pasukan itu menemui mereka dan meluluhlantakkan mereka.”
(Bukhari)
Kita dapat
merasakan dari hadits shahih di atas betapa Rasulullah saw. amat ingin
menyelamatkan kita dari bencana dunia dan akhirat dengan syariat dan dakwah
yang ia bawa, karena syariat Islam adalah penyelamat bagi kita dari kehinaan
dunia dan penderitaan di akhirat.
Buah Ittiba’
Berikut ini
adalah buah ittiba’ kepada Rasulullah saw.:
1. Mahabbatullah
Natijah (buah)
dari ittiba’ kita kepada Rasulullah saw. jika kita lakukan dengan benar adalah
mahabbatullah (cinta dari Allah swt) sekaligus maghfirah (ampunan)Nya.
Katakanlah (hai
Muhammad), “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (Ali Imran: 31)
Cinta kepada
Allah swt. yang dibuktikan dengan ittiba’ kepada Rasulullah saw. akan
melahirkan buah manis berupa cinta Allah swt. Allah swt. memerintahkan kita
mengikuti Rasulullah saw., dan setiap perintah Allah swt. apabila kita
laksanakan dengan ikhlas dan benar pasti akan mendatangkan cinta dari-Nya. Ketika
Allah telah mencintai hamba-Nya, maka segala kekurangan dan dosa yang terjadi
akan mudah diampuni oleh Allah swt.
2. Rahmatullah
Orang-orang yang
mentaati Rasulullah saw. dengan mengikuti sunnah beliau akan memperolah rahmat
dari Allah swt. Karena orang-orang yang mencontoh Rasulullah saw. pastilah
orang-orang yang berbuat baik atau ihsan (ingat makna ahsanu ‘amala menurut
Fudhail bin ‘Iyadh di atas), dan orang-orang yang berbuat ihsan amat dekat
dengan rahmat Allah swt.
“Dan orang-orang
yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong
bagi sebahagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah
dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)
“Sesungguhnya
rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Al-A’raf: 56).
3. Hidayatullah
«إِنَّ لِكُلِّ
عَمَلٍ شِرَّةً، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً، فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى
سُنَّتِيْ فَقَدِ اهْتَدَى، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ
هَلَكَ» (رواه ابن خزيمة في صحيحه وأحمد في مسنده والبيهقي في الشعب والطبراني
وأبو نعيم).
Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya setiap amal itu mempunyai puncak semangat, dan setiap
semangat memiliki titik jemu (lesu). Maka barangsiapa kelesuannya tetap dalam
sunnahku berarti ia telah mendapat petunjuk (dari Allah), dan barangsiapa
kelesuannya tidak dalam sunnahku berarti ia celaka. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam
Shahihnya, Ahmad dalam Musnadnya, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, At-Thabarani
dan Abu Nu’aim).
Hadits di atas
menegaskan bahwa tetap berada dalam sunnah Rasulullah saw. dalam segala keadaan
akan mendatangkan tambahan petunjuk dari Allah swt. Oleh karenanya, orang-orang
yang beriman selalu berusaha mengikuti sunnah Rasulullah saw. ketika sedang
bersemangat atau sedang lesu (kurang semangat). Ia tidak membiarkan dirinya
hanyut dan terbawa bisikan setan sehingga membuatnya jauh dari hidayah Allah
swt.
4. Mushahabatul
Akhyar fil Jannah
“Dan barangsiapa
yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para
shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka
Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisa: 69).
Orang yang
ittiba’ kepada Rasulullah saw. akan dikumpulkan bersama orang-orang pilihan di
surga nanti, yaitu para nabi, orang-orang yang shiddiq, syuhada, dan shalihin.
As-Syafaah
قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم: « مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: “اللَّهُمَّ رَبَّ
هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا
الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى
وَعَدْتَهُ”، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ » (رواه البخاري).
Rasulullah saw.
bersabda, “Barangsiapa berdoa ketika mendengar panggilan adzan: ‘Ya Allah Rabb
seruan yang sempurna ini, dan shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Nabi
Muhammad wasilah dan keutamaan, bangkitkan dia dengan kedudukan mulia yang
telah Engkau janjikan kepadanya’, maka akan mendapat syafaatku di hari kiamat.”
(Bukhari).
Hadits di atas
menunjukkan keutamaan doa setelah adzan. Ia juga mengisyaratkan bahwa mengikuti
perintah dan arahan Rasulullah saw. adalah sesuatu yang membuat kita berhak
mendapatkan syafaat dari beliau. Logikanya, jika mentaati satu perintah
Rasulullah saw. saja yakni membaca doa setelah adzan, akan membuat pembacanya
berhak mendapatkan syafaat beliau, apalagi dengan mengikuti dan mentaati sunnah
beliau secara keseluruhan, maka orang itu lebih berhak untuk mendapatkan
syafaat beliau.
5. Nadharatul
Wajhi
Salah satu bentuk
ittiba’ Rasulullah saw. adalah mendengarkan, mempelajari, menghafal, dan
memahami hadits Rasulullah saw., kemudian menyampaikannya kepada orang lain.
Orang yang mempelajari hadits Rasulullah saw., menghafal kemudian
menyampaikannya apa adanya tanpa menambah atau mengurangi, maka Allah akan
membuat wajahnya berseri dan bersinar.
« نَضَّرَ اللَّهُ
امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ فَرُبَّ
حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ
بِفَقِيهٍ » (رواه الترمذي).
Rasulullah saw.
bersabda, “Semoga Allah menyinari (wajah) seseorang yang mendengar hadits dari
kami, lalu ia hafal sehingga ia menyampaikannya kepada orang lain. Boleh jadi
seorang pembawa fiqih menyampaikan (ilmunya) kepada orang yang lebih paham. Dan
boleh jadi pembawa fiqih bukanlah seorang yang faqih.” (Tirmidzi).
Hadits di atas
mendorong kita untuk selalu bersemangat mempelajari, memahami, dan menghapal
hadits Rasulullah saw, kemudian menyampaikan teks hadits itu apa adanya dengan
penuh amanah tanpa menambah atau mengurangi sedikitpun. Jika kita itu kita
lakukan kita berhak mendapatkan wajah yang bersinar di hari kiamat nanti.
Hadits di atas juga menyatakan bahwa mungkin saja orang yang disampaikan
kepadanya suatu ilmu kemudian ia lebih paham daripada yang menyampaikan. Atau
bahkan bisa jadi yang menyampaikan sebuah riwayat tidak memahami riwayat
tersebut, sedangkan yang disampaikan justru memahaminya dengan baik.
6. Mujawaratur
Rasul
Orang yang
mencintai Rasulullah saw., maka ia akan berusaha sekuat tenaga untuk ittiba’
kepada Rasulullah saw. dengan mengikuti sunnah beliau. Maka orang ini akan
bersama Rasulullah saw di surga, seperti sabda beliau:
((وَمَنْ أَحْيَا
سُنَّتِى فَقَدْ أَحَبَّنِى وَمَنْ أَحَبَّنِى كَانَ مَعِى فِى الْجَنَّةِ)) (رواه
الترمذي والطبراني في الأوسط)
“Barangsiapa
menghidupkan sunnahku, berarti ia mencintaiku; dan barangsiapa mencintaiku,
maka ia bersamaku di surga.” (Tirmidzi dan Thabarani di Al-Mu’jam Al-Awsath).
7. Izzatun Nafsi
Orang yang
mengikuti Rasulullah saw. dengan ikhlas semata-mata karena mencintai Allah dan
Rasul-Nya, akan meraih kemuliaan dan kekuatan jiwa dihadapan Allah swt. Betapa
tidak? Ia telah mendapatkan kecintaan, ampunan, rahmat, hidayah, dan berbagai
anugrah lain dari Allah swt. Dengan itu semua terangkatlah dirinya menuju
tempat yang tinggi dan mulia, ia tidak lagi peduli dengan kemuliaan di mata manusia
selama ia mulia di sisi Allah.
Ingatlah,
kemuliaan itu terletak pada mengikuti Allah Al-‘Aziz (yang memiliki Izzah atau
keperkasaan) dan mengikuti Rasul-Nya. “Padahal ‘izzah itu hanyalah bagi Allah,
bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu
tiada mengetahui.” (Al-Munafiqun: 8).
8. Al-Falah
“Maka orang-orang
yang beriman kepadanya (Muhammad saw), memuliakannya, menolongnya, dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka
itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-A’raf: 157)
Keberuntungan
pasti akan diperoleh oleh mereka yang selalu ittiba’ kepada Rasulullah saw.
dengan beriman kepadanya, memuliakannya, menolong (ajaran)nya, dan selalu
mengikuti cahaya Al-Qur’an.
9. Kebahagiaan
hakiki di dunia dan akhirat
Tak dapat
diragukan lagi bahwa orang yang mendapatkan semua nataij dari mengikuti
Rasulullah saw. di atas adalah orang-orang yang pasti berbahagia hidupnya
dengan kebahagiaan hakiki di dunia maupun di akhirat.
“Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97)
0 komentar:
Posting Komentar