Senin, 16 Februari 2015

Pendidikan Agama Islam Bab VI

BAB VI
SYARAT DITERIMANYA SYAHADATAIN
(شُرُوْطُ قَبُوْلِ الشَّهَادَتَيْنِ)

ILMU YANG MENIADAKAN KEBODOHAN
(اَلْعِلْمُ اَلْمُنَافِيْ لِلْجَهْلِ)

·         Seseorang yang bersyahadat harus memiliki ilmu tentang syahadat yang diucapkannya
·         Orang yang bersyahadat tanpa mengetahui makna/kandungan syahadat tidak diterima
·         3:18 bahwa yang diakui syahadat (persaksian)-nya hanya tiga pihak: Allah, malaikat, dan orang-orang yang berilmu
Mati dengan Ilmu لاإله إلا الله
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Barangsiapa mati sedangkan dia mengetahui (memiliki ilmu)
لاإله إلا الله
masuk sorga (HR. Muslim)
Perbaharui Iman dengan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
جَدِّدُوا إِيمَانَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ نُجَدِّدُ إِيمَانَنَا قَالَ
أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Perbaharuilah iman kalian.” Dikatakan, “Duhai Rasulullah, bagaimana kami memperbaharui iman kami?” Bersabda Rasul SAW, “Perbanyaklah mengucapkan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ” (HR Ahmad)

  • Banyak mengucapkan tanpa mengetahui maknanya, tidak akan dapat menghayatinya, sehingga tidak berpengaruh dalam memperbaharui iman

KEYAKINAN YANG MENGHILANGKAN KERAGUAN

·         Orang yang bersyahadat harus menghasilkan keyakinan pada dirinya, tanpa keraguan sedikit pun, tentang keesaan Allah dan kerasulan Nabi SAW
·         49:15 yang disebut mu’min yang sempurna HANYALAH (إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ) orang-orang yang
    • Beriman kepada Allah dan rasulNya
    • Kemudian mereka TIDAK RAGU-RAGU (ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا)
Masih Syirik, Tidak Diterima

·    Kalau masih ada syirik, maka syahadatnya tidak akan diterima
·    Karena kita tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan
§  98:5 مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
§  18:110 وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Rahmatan lil-’Alamin
·      Mu’min yang benar adalah mu’min yang produktivitasnya tinggi
·      Karena produktif, maka surplus
·      Karena surplus, maka bukan hanya orang Islam saja yang mendapatkan manfaat, tapi juga manusia lainnya, bahkan alam semesta
·      Mu’min seperti inilah yang dapat menjadi rahmat bagi semesta alam (21:108)
Kerelaan

RIDHO
Kalau cintanya sangat tinggi kepada Allah (2:165), tentu dia akan RIDHO kepada Allah. Apapun yang dikehendaki oleh yang dicintai tentu ia ridho menerimanya (76:30).
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Tiada seorang pun yang mampu memberi hidayah kepada dirinya dan tiada pula mampu memasukkan iman kedalam hatinya serta tiada yang mampu mendatangkan manfaat bagi dirinya kecuali bila dikehendaki Allah à kita harus menyesuaikan dengan kehendak Allah dan MENERIMAN APA YANG DIKEHENDAKI ALLAH = RIDHO
Yang Dikehendaki Allah ada e macam;
  1. Yang dikehendaki Allah TERHADAP DIRI KITA (مَا أَرَادَهُ اللهُ بِنَا)
  2. Yang dikehendaki Allah TERHADAP ALAM SEMESTA (مَا أَرَادَهُ اللهُ بِالْكَوْنِ)
  3. Yang dikehendaki Allah DARI DIRI KITA (مَا أَرَادَهُ اللهُ مِنَّا)
Yang Dikehendaki Allah Terhadap Diri Kita (مَا أَرَادَهُ اللهُ بِنَا)
Misalnya Allah menghendaki diri kita besok mendapatkan ini dan itu à kita harus ridho menerimanya. Sesungguhnya, apa yang dikehendaki Allah terhadap diri kita sudah ditetapkan sejak umur kita 40 hari di dalam kandungan
ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ
Kemudian Allah mengutus malaikat, lalu meniupkan ruh dan ditetapkan empat ketetapan: rizkinya, ajalnya, amalnya, dan sengsera atau bahagia (HR. Ahmad).
Realisasi ketetapan tentu mudah bagi Allah.

Tidak Kita Ketahui (عَالَمُ الْغَيْبِ)
Apa yang dikehendaki Allah terhadap diri kita, kita sendiri tidak tahu. Ini termasuk alam ghaib (عَالَمُ الْغَيْبِ) besok kita kena musibah atau tidak, kita tidak tahu dan bahkan besok kita masih ada atau tidak, kita pun tidak tahu. Semuanya hanya Allah yang tahu. Pengetahuan Allah memang meliputi segala sesuatu (6:101). Seperti pada 31:34 ; Allah mengetahui apa yang ada dalam Rahim Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Qadha dan Takdir (اَلْقَضَاءُ وَالْقَدَرُ)
Semua hal yang ghaib itu tertuang di dalam QADHA dan TAKDIR Allah SWT. Para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan qadha dan takdir, ada yang bertukaran antara satu ulama dan ulama lainnya. QADHA: ketentuan Allah sejak zaman azali (alam belum ada) TAKDIR: realisasi dari qadha. Misalnya: menuruk qadha Allah besok kita mendapatkan rizki yang banyak; pas rizki itu datang à itulah takdir. Qadha dan takdir ada 2: baik (ni’mat) dan buruk (bencana) 21:35 à sebagai UJIAN.
Syukur dan Sabar
Apapun takdir yang menimpa kita à harus ridho. Realisasi ridho menerima takdir yaitu, Takdir baik à syukur dan Takdir buruk à sabar. Keduanya adalah sifat mu’min yang mengagumkan;
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Menakjubkan perkara orang beriman sebab segala keadaannya baik dan tidak mungkin terjadi yang demikian melainkan bagi seorang mu’min: apabila mendapatkan kemudahan bersyukur maka itu baik baginya, dan apabila ditimpa kesusahan bersabar maka itu baik baginya (HR. Muslim)

Realisasi Makna Syahadatain (1)
Syahadat yang kita ucapkan bukan sekedar pernyataan, tapi sekaligus sumpah dan janji kita kepada Allah SWT ada 3 macam ;
-          Syahadat adalah proklamasi keislaman kita
-          Syahadat adalah sumpah setia kita
-          Syahadat adalah janji setia kita
Ia perlu realisasi sebagai konsekuensi dari proklamasi, sumpah dan janji tersebut. Sehingga ia bukan pernyataan kosong, sumpah palsu dan janji-janji belaka. Setelah seseorang bersyahadat maka hubungan dirinya dengan Allah SWT menjadi kuat. Dirinya terikat dengan hubungan ini dengan ikatan yang sangat kuat yang tidak akan terputus (2:256):
فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus
Ada tiga hubungan yang harus dijaga:
Hubungan cinta
Hubungan cinta kita dengan Allah setelah bersyahadat haruslah kuat à cinta yang sempurna (2:165). Realisasi cinta kita dengan Allah: Mengikuti Rasulullah (3:31), menata cinta kita terhadap selain Allah: mencintai orang dan apa saja yang dicintai Allah dan membenci orang dan apa saja yang dibenci Allah à lihat kembali materi “Mahabbatullah”, “Maratibul Hubb”, dan “Lawazimul Mahabbah”, dan berani menanggung resiko cinta: berjihad dan berkorban (49:15). Cinta kita kepada Allah adalah cinta yang pasti berbalas (3:31).

Hubungan perniagaan
Hubungan yang kuat setelah bersyahadat adalah hubungan perniagaan (dagang) antara kita dan Allah. Perdagangan dengan Allah adalah perdagangan yang paling menguntungkan. Seperti pada (61:10) “Maukah Aku tunjukkan perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih?” Siapakah yang akan menjawab: MAU!? Orang yang menginginkan selamat di akhirat!. Dan pada (61:11) ada dua hal yang harus dilakukan: Iman kepada Allah dan Rasul-Nya dan Berjihad dengan harta dan jiwa.

Hubungan kerja
Setelah bersyahadat maka kita terikat hubungan kerja dengan Allah. Syahadat adalah perjanjiang kontrak kerja kita dengan Allah yaitu; Kita adalah PEKERJA ALLAH (اَلْعَامِلُ) (39:39) dan Allah adalah MAJIKAN kita (9:105). Kita bekerja sesuai order (perintah dan larangan) Allah, bukan seenak kita sendiri à bisa ditolak hasil pekerjaan kita. Maka yang kita sodorkan haruslah amal terbaik (67:2, 3:92), bukan amal asal-asalan (3:188) atau ogah-ogahan (22:11). Jam kerja kita = umur kita. Upah kita = pahala dan sorga serta bonus melihat Allah (10:26).


تَحْقِيْقُ مَعْنَى الشَّهَادَتَيْنِ
Realisasi Makna Syahadatain (2)

Pada materi sebelumnya disampaikan bahwa realisasi syahadatain adalah adanya hubungan yang kuat antara seorang mu’min dan Allah SWT. Hubungan itu meliputi: Hubungan cinta, Hubungan perniagaan, dan Hubungan kerja. Dalam materi ini akan dibahas realisasi syahadatain dari sisi pribadi yang mengikrarkan syahadat à kondisi pribadi yang dapat merealisasikan syahadatain.
Syahadat adalah Proklamasi (اَلإِقْرَارُ). Syahadat yang kita ucapkan adalah proklamasi akan jatidiri kita sebagai muslim dan mu’min. Proklamasi ini akan mudah disampaikan di tengah masyarakat yang menghormati aturan-aturan Islam. Tapi di tengah masyarakat yang jauh dari Islam menjadi lebih sulit, karena akan terasa aneh. Di tengah negara non-muslim akan lebih sulit lagi, karena bisa berakibat terbatasinya gerak langkah dalam kehidupannya. Pernyataan: اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَsaksikanlah bahwa sesungguhnya kami muslim! (3:64) menjadi tantangan berat bagi yang menyatakannya.
Proklamasi yang kita sampaikan adalah tentang keesaaan Allah (تَوْحِيْـدُ اللهِ), tidak ada sekutu bagi Allah. Tidak saling menuhankan sesama manusia dengan menghalalkan yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang dihalalkan Allah (9:31). Tidak menuhankan hawa nafsunya (25:43, 45:23) sehingga menganggap suatu keharusan suatu tindakan ma’siyat. Lihatlah bagaimana para artis melakukan adegan-adegan yang dilarang syari’at dengan dalih tuntutan skenario àskenario sudah menjadi kitab suci para artis. Jika seorang mentauhidkan Allah, maka sudah seharusnya memenuhi tuntutannya
–     Sasaran hidupnya (قَصْدُ الْحَيَاةِ ) adalah Allah  6:162
–     Pedoman hidupnya (مِنْهَاجُ الْحَيَاةِ ) adalah Islam 6:153
–     Teladan hidupnya (اَلْقُدْوَةُ فِي الْحَيَاةِ) adalah Rasulullah SAW 33:21
Apakah diri kita sudah memenuhi tuntutan ini? Perhatikanlah kisah Abud-Dahdah ketika turun surat Al-hadid ayat 11: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”.
Hati yang bersih (sehat) adalah hati yang selalu mengharapkan rahmat Allah SWT (رَجَاءُ رَحْمَةِ اللهِ). Ia menyadari bahwa dirinya penuh dengan kelemahan dan keterbatasan, sedangkan Allah memiliki segalanya dan rahmatNya sangat luas, maka ia selalu berharap agar mendapatkan rahmat Allah. Seperti pada (7:156) وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ  à ayat yang besar peliputan dan keumuman maknanya. Sama dengan doa malaikat penyangga ‘arsy (40:7): رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا
Keluasan rahmat Allah digambarkan bahwa 1% saja dari semua rahmatNya telah membuat semua makhluk saling mengasihi, hewan liar sayang kepada anak-anaknya, dan burung saling mengasihi. 99% rahmat Allah akan diberikan pada hari kiamat. 4:104 perbedaan mu’min dan kafir adalah bahwa mu’min mengharapkan rahmat Allah yang tidak diharapkan oleh orang kafir (وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ). Sesungguhnya, semua manusia bisa masuk sorga pun karena rahmat Allah.


اَلصِّبْغَةُ وَالاِنْقِلاَبُ
Pencetakan dan Perubahan

Syahadatain
أشهد أن لاإله إلا الله و أشهد أن محمدا رسول الله
•      أشهد = الشَّهَادَة mengandung 3 makna:
–     Pernyataan  (اَلْإِعْلاَنُ)
–     Sumpah (اَلْقَسَمُ)
–     Janji (اَلْعَهْدُ)
•      لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ à لاَ مَعْبُوْدَ إِلاَّ اللهُ (tidak ada yang disembah kecuali Allah) à hasil akhirnya adalah IKHLAS
•      مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ à لاَ رِسَالَةَ إِلاَّ مَا جَاءَ بِهِ مُحَمَّدٌ (tidak ada risalah kecuali yang datang dari Muhammad SAW) à karena itu kita mesti ITTIBA’ (mengikuti) Rasulullah SAW

Cinta (اَلْمَحَبَّةُ)
Syahadat adalah komitmen dalam hati untuk loyal (setia) kepada Allah dan Rasul-Nya. Kesetiaan itu tidak akan wujud kecuali dengan adanya CINTA. Semakin besar cintanya semakin kuat kesetiaannya. Allah SWT dan RasulNya pun menuntut orang yang beriman untuk mencintai Allah dan RasulNya lebih dari yang lainnya à lebih dari cintanya kepada. Bapak-bapaknya, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai (9:24). Diri sendiri: Umar berkata, وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي (demi Allah, engkau benar-benar lebih aku cintai daripada diriku, HR. Bukhari).

Ridho (اَلرِّضَى)
Cinta menimbulkan kerelaan terhadap yang dicintai. Ia ridho kepada : Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul. Ridho kepada Allah berarti ridho terhadap apa yang dikehendaki Allah diantaranya terhadap diri kita (musibah): sabar dan syukur, terhadap alam semesta (sunnatullah) dan dari diri kita (melaksanakan syari’at).

Iman (اَلإِيْمَانُ)
Kalau sudah ridho kepada Allah, Islam dan Rasul, maka berarti kita telah menjadi MU’MIN TULEN. Keadaannya bisa timbal-balik: mu’min sejati tentu akan ridho terhadap mereka semua. Iman yang disertai ridho inilah yang akan menghasilkan manisnya iman:
ذَاقَ طَعْمَ الإِيْمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً
“Telah merasakan lezatnya iman seseorang yang ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai dinnya dan Muhammad sebagai  Rasulnya.” (HR. Muslim)

Celupan (اَلصِّبْغَةُ)
Keimanan yang kuat akan menjadikan seorang rela dicelup dengan celupan Allah (صِبْغَةُ اللهِ) (2:138). Dirinya, luar-dalam, dicelup dengan celupan Allah sehingga memiliki warna sesuai dengan warna yang dikehendaki Allah. Tentu ini berbeda sekali dengan orang yang dicelup dengan celupan lain: kapitalisme, sosialisme, yahudi, nasrani, hindu, budha, dll. Dan celupan Allah adalah sebaik-baik celupan à sebaik-baik warna yang dihasilkan: generasi yang unik, umat yang terbaik.

Perubahan (اَلاِنْقِلاَبُ)
Setelah dicelup dengan celupan Allah, maka terjadilah perubahan warna pada diri mu’min. Begitulah yang terjadi pada para sahabat, ketika mereka masuk Islam, bersyahadat, maka terjadi perubahan yang mencolok pada diri mereka antara sebelum dan sesudah Islam. Para tukang sihir Raja Fir’aun pun berubah saat masuk Islam diantaranya tunduk kepada Nabi Musa AS (7:120), Iman kepada Allah (7:121) dan Kokoh ketika mendapatkan ancaman (7:123-126).

Pribadi Muslim (اَلشَّخْصِيَّةُ اَلاِسْلاَمِيَّةُ)
Jika sudah terjadi perubahan pada keyakinannya menjadi keyakinan tauhid, pemikirannya, perasaannya dan perilakunya. Maka berarti telah terbentuk kepribadian Islam (اَلشَّخْصِيَّةُ اَلاِسْلاَمِيَّةُ). Jadi untuk membentuk pribadi Muslim harus dimulai dari syahadatain.

Nilai (اَلْقَيِّمَةُ)

Pribadi Muslim inilah pribadi yang bernilai, bermutu di mata Allah dan RasulNya serta umat Islam semuanya. Pribadi yang berkualitas inilah yang akan membawa Islam pada kejayaannya (24:55) yaitu, Menjadi khalifah (penguasa) di muka bumi dengan membawa rahmat bagi semesta alam, Tamkin (kekokohan) dalam agama di atas agama-agama lainnya, Menghadirkan rasa aman sehingga perempuan bisa bepergian tanpa mahram tanpa ada gangguan apapun dan Semua manusia beribadah kepada Allah tanpa syirik. Kenyataannya, musuh-musuh Islam juga memiliki tentara-tentara yang berkualitas juga à kalau kita tidak berkualitas, kalah!

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Recent Comments Widget with Avatar by Tutorial Blogspot